Produser : Chand Parwez Servia
Sutradara : Ernest Prakasa
Penulis skenario : Ernest Prakasa, Meira Anastasia
Aktor : Jessica Mila, Reza Rahardian, Yasmin Napper, Karina Suwandi, Dion Wiyoko,
Tanggal rilis : 19 Desember 2019
Durasi : 1 jam 53 menit
Berkisah mengenai Rara (Jessica Mila) yang terlahir dengan gen gemuk dan kulit sawo matang, warisan sang ayah. Sementara, adiknya Lulu (Yasmin Napper) mengikuti gen ibu mereka Debby (Karina Suwandi) yang merupakan mantan peragawati tahun 1990-an. Rara sendiri bekerja sebagai manajer riset di sebuah perusahaan kosmetik. Meski mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari lingkungan sekitar, namun Rara mencintai pekerjaannya. Untung ada Dika (Reza Rahadian), kekasih yang mencintai Rara apa adanya. Suatu hari, muncul peluang bagi Rara untuk naik jabatan di kantor, tapi bos Rara, Kelvin, (Dion Wiyoko) mengharuskan Rara mengubah total penampilannya jika ia mau mengemban tanggung jawab baru ini. Berhasilkan Rara membuktikan dirinya?
***
Setahun yang lalu, saya sama sekali tidak peduli jika ada yang berkomentar tentang kehidupan pribadi saya. Saya tidak peduli jika ada yang berkomentar bahwa saya terlalu kurus, saya kurang dandan, saya harus memperhatikan pakaian yang saya gunakan, endebra endebre. Komentar-komentar seperti ini hanya akan numpang lewat di telinga saya.
Itu setahun yang lalu. Sebelum saya menyadari berat badan saya bertambah 10 kilogram dalam jangka waktu setahun dan sebagian besar pakaian saya tidak bisa saya gunakan tanpa menahan nafas terlebih dahulu. Saya mulai concious terhadap tubuh saya, terutama pipi saya yang mulai membulat dan membentuk double chin di setiap foto.
Saya mulai insecure dengan tubuh saya, apalagi ketika mendapat komentar mengenai pipi yang membulat. Beberapa kali saya berpikir, "apakah saya benar-benar gendut sekarang?". Apalagi ketika ada yang berkomentar ketika saya makan, "baru aja kelar makan, udah makan lagi, perut lo tuh, makin maju!"
INI YANG MAKAN SAYA KENAPA YANG RIBUT SE-RT?
Permasalahan ini adalah permasalahan yang dialami Rara, dan hampir semua perempuan, di Indonesia bahkan di dunia. Tatanan sosial menuntut perempuan berdasarkan standar-standar tertentu, yang jika dipikirkan lebih lanjut, sebenarnya tidak masuk akal.
Caption mbak Affi Assegaf mewakili sebagian sumber : instagram @AffiAssegaf |
Ernest menampilkan kegelisahan itu melalui sebagian besar tokoh perempuan yang ada di film Imperfect. Melalui Rara, Ernest menampilkan kegelisahan perempuan bertalenta yang dipandang sebelah mata karena penampilannya yang tidak memenuhi standar kecantikan; pipi tirus, putih, langsing, tinggi, endebra, endebre.
Transformasi Jessica Mila menjadi sosok Rara patut diacungi jempol. Karakter Rara yang tidak percaya diri terutama terhadap tubuhnya sukses dihidupkan melalui gaya bicara, gerak tubuhnya, bahkan dari hal-hal kecil seperti caranya mengambil makanan. Dialog-dialog Rara yang menyuarakan insekuritasnya membuat saya ingin berteriak sepanjang film "GUE JUGA GITU! ITU GUE BANGET!"
Anti tesis tokoh Rara adalah Fey (Shareefa Danish), sahabat dan rekan kerja Rara. Karakter Fey adalah gambaran perempuan yang menurut saya powerful dan percaya pada diri dan kemampuannya. Hal itu ditunjukkan melalui penampilan Fey yang berpakaian senyamannya, berdandan seikhlasnya, alias "yang penting gue nyaman".
Karakter Rara dan Fey adalah dua sisi mata uang yang menggambarkan perempuan dalam tatanan sosial. Rara menggambarkan perempuan yang berusaha keras memenuhi tuntutan sosial yang dihadapkan padanya. Sementara Fey sebaliknya, menggambarkan perempuan yang mengacuhkan segala tuntutan sosial yang dialamatkan kepadanya.
Meski pusat cerita berada pada Rara, Ernest tak lupa menampilkan permasalahan-permasalahan lainnya. Lewat Lulu kita menemukan kasus cyberbullying. Lulu yang digambarkan menuruni gen sang Mama, mantan model, kerap mendapatkan komentar tak menyenangkan di laman instagramnya. Lulu menghadirkan sisi lain dari perempuan yang dianggap memenuhi standar kecantikan pipi tirus, putih, langsing, tinggi, endebra, endebre; bahwa selamanya kita tidak akan pernah mampu memenuhi tuntutan sosial yang tidak ada habisnya.
Bagi saya, scene stealer pada kisah ini adalah karakter Dika (Reza Rahardian) dan George (Boy William). Reza Rahardian tentu sudah tidak diragukan lagi aktingnya. Reza secara epik memerankan sosok Dika, pacar Rara yang meski tengil dan doyan ngebanyol namun mencintai Rara dengan segala ketidaksempurnaan yang dimilikinya.
SAELAAAAAAAAH!
Sementara George, bagi saya adalah karakter yang super-duper menyebalkan dan ingin saya banting dengan kamus Oxford. Bagaimana tidak. George, pacar Lulu, digambarkan sebagai seorang selebgram "budak konten" yang mementingkan followers instagramnya dibanding apapun, termasuk Lulu. Kelakuan George akan membuat kita kesal, mangkel, dan bertanya-tanya, "emang ada makhluk model George begini?". Percayalah kawan, saya sudah beberapa kali bertemu selebgram modelan George yang image-nya humble padahal kelakuan aslinya membuat saya ogah mengajaknya bekerja sama lagi.
WORK HARD, STAY HUMBLE MATAMU!
Imperfect sejatinya membawa pesan yang cukup dalam mengenai insecurity, bullying, dan body shaming. Namun sebagaimana Ernest, Imperfect disajikan dengan alur yang ringan namun tepat sasaran. Saya berempati pada Rara dan usahanya mengalahkan insekuritasnya. Saya mangkel pada George si budak konten yang secara tidak sadar telah memupuk rasa tidak percaya diri pada Lulu. Saya keki pada Dika dan banyolannya yang sebenarnya receh dan garing tapi tetap membuat saya tertawa geli. Pun, saya terpingkal pada obrolan-obrolan lucu kuartet penghuni kos ibu Dika (Dewi Irawan), Neti (Kiky Saputri), Maria (Zsazsa Utari), Prita (Aci Resti), dan Endah (Neneng Wulandari).
Ernest tetap bertahan pada "warna"nya, menyajikan kisah ringan sarat makna dengan sentuhan komedi yang pas. Banyolan-banyolan yang dilontarkan oleh para tokohnya ngena dan tidak cringe. Kecuali tokoh Dika yang memang digambarkan sebagai manusia receh yang rasanya pengen saya gaplok tapi sayang, sayang gantengnya kalo digaplok :")
#UbahInsekyurJadiBersyukur yang diusung film ini membawa pesan buat saya bahwa tuntutan sosial akan selalu ada dan kita tidak akan bisa benar-benar bahagia jika terus menerus berusaha memenuhi tuntutan yang tidak ada habisnya itu. So be yourself and be proud of it!