[NONTON] My Generation; Curhatan Generasi Millenial yang Terwakilkan

8:18 PM


Judul Film : My  Generation
Produser : Adi Sumarjono
Sutradara : Upi
Penulis Skenario : Upi
Aktor : Bryan Langelo, Arya Vasco, Alexandra Kosasie, Lutesha, Surya Saputra, Joko Anwar, Aida Nurmala,  Indah Kalalo, Karina  Suwandhi, Bryan  Angelo,  Tyo  Pakusadewo, Ira  Wibowo
Tanggal Rilis : 9 November 2017
Durasi : 107  menit

Akibat video yang mereka unggah ke media jejaring Youtube, empat  sekawan eksentrik, Konji (Arya Vasco), Suki (Lutesha), Orly (Alexandra  Kosasie), dan Zeke (Bryan Langelo) terpaksa menghadap Kepala sekolah bersama orang tua mereka. Video yang menjadi viral tersebut dianggap tidak pantas karena menggugat orang tua, guru, dan sekolah. Rencana berlibur mereka ke Bali pun buyar.

Terlepas dari  permasalahan video yang membuat Kepala Sekolah mereka naik darah dan rencana berlibur yang gagal total, masing-masing dari empat sekawan ini memiliki permasalahan sendiri. Konji saban hari mendengarkan ceramah sang Papa  (Joko Anwar) yang selalu membandingkan generasi Konji dengan masanya. Kata-kata "jaman Papa dulu..."  menjadi pengantar ceramah sang Papa di meja makan.

Sementara itu Suki harus menanggung beban moral sebagai anak sulung yang harus memberi contoh kepada adiknya. Seolah memperparah masalah, sang Ayah (Surya Saputra) pun menjatuhkan mosi tak percaya kepadanya dan selalu menganggap Suki sebagai remaja labil yang senang mencari-cari perhatian.

Lain lagi dengan Orly, remaja yang penuh prinsip dan sedang dalam proses pencarian jati diri. Di rumah, Orly harus menghadapi mamanya (Indah Kalalo) yang bertingkah seolah anak remaja seperti dirinya dan berpacaran dengan laki-laki yang menurut Orly lebih pantas mejadi kakaknya ketimbang calon ayah tirinya.

Zeke sendiri harus menghadapi silent treatment dari kedua orang tuanya. Hubungan yang dingin dan kaku dengan Bapak dan Ibu menyebabkan Zeke tak kerasan di rumah. Padahal, banyak hal yang ingin diutarakan Zeke namun tak mampu dan akhirnya terpendam

*    *    *
"Give us a break! We have a life" 
"You know parents, sometimes, you give us idea to be a bad kid"
Demikian pembuka film terbaru besutan Upi ini. Sebuah video berisi pengakuan dan curhatan "kids jaman now" yang menggugat orang tua mereka membuat saya menganggukan dan menggelengkan kepala. Curhatan tentang bagaimana orang tua yang selalu berpikiran negatif kepada anaknya, selalu membandingkan anaknya dengan masa mudanya dulu sangat relevan dengan realita sehari-hari saat ini. Semua anak muda millenial akan menganggukan kepala mengamini curhatan yang diwakili keempat tokoh remaja ini, tanpa terkecuali saya.

Beberapa waktu lalu, mbak-mbak Arisan Blogger Perempuan sempat mendiskusikan film ini. Pasalnya, film ini mengangkat topik yang jauh berbeda dari kebanyakan film remaja Indonesia saat ini. Para mbakku yang ayu ini mengatakan untuk tidak berekspektasi sesuai trailer-nya dan menyarankan saya untuk menonton film ini, dan kalau bisa, mengulasnya dengan sudut pandang saya. Makanya, ketika saya diajak untuk menonton film ini saya langsung setuju tanpa pikir panjang.


Sepanjang menonton film ini, saya teringat pelajaran Psikologi Perkembangan, tepatnya ketika membahas masa remaja. Penggambaran Upi mengenai realita remaja yang penuh keingintahuan dan  pemberontakan sangat sesuai dengan teori Erikson yang mengambarkan remaja sebagai individu yang penuh pertanyaan tentang identitas dan jati dirinya. Proses pencarian jati diri yang terkadang menyerempet menjadi sebuah kenakalan (juvenile deliquency) tergambar sangat nyata dalam film ini.

Saya harus mengamini perkataan mbak-mbak bloggerku, film ini jauh dari apa yang saya bayangkan ketika menonton trailer-nya. Film ini tidak semata-mata mengangkat bagaimana kehidupan para millenial saat ini, namun juga menjelaskan betapa besar jarak antara para millenial dengan orang tua mereka, para generasi baby boomer.

Sepanjang film penonton disajikan dengan bagaimana buruknya komunikasi antara orang tua dan anak. Anak tidak memiliki keberanian untuk mengutarakan keinginannya kepada orang tua serta selalu dipenuhi ketakutan akan penolakan dan kekecewaan orang tua. Sementara orang tua dipenuhi berbagai pemikiran negatif, merasa tindakan yang telah mereka lakukan sudah tepat untuk kebaikan anak-anaknya. Orang tua dan anak, sebagaimana dalam film ini, berada pada dua sisi jurang yang berbeda tanpa jembatan.

Sayangnya menurut saya film ini terkesan millenial-centered. Sisi orang tua hanya di eksplor di beberapa menit terakhir setelah anti-klimaks. Padahal akan berimbang bila para millenial juga disuguhkan realita dari sudut pandang orang tua sebagaimana para orang tua disuguhkan realita yang dihadapi anak-anaknya.

Film ini saya rekomendasikan kepada orang tua yang memiliki anak usia remaja dan untuk para remaja.  Hanya saja, film ini saya rasa tidak cocok untuk Anda yang tidak ingin telinganya dikotori kata-kata yang kurang pantas, mengingat berbagai dialog dalam film ini penuh kata makian ala film  barat.


You Might Also Like

2 komentar

  1. apakah anak 90-an kayak aku juga bakal enjoy nonton ini win?
    Apakah cuman gen millenial dan ortu2 nya aja?

    wkwkwkwk

    Banyak banget ya yg buzzing soal film ini
    Semoga penontonnya meledak deh ngalahin setan ibu

    Aku belum nonton
    Gatau kenapa kurang suka nonton film indo
    Paling yg setan ibu kemaren doang tuh yg berhasil aku tonton hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Believe me dad, it is a great movie
      Cocok buat segala kalangan kecuali anak di bawah umur wkwk

      Hapus

Thank you for leaving a comment. Please come back!