[NONTON] Liam dan Laila; Antara Perbedaan Budaya dan Negara

1:01 PM

foto diambil dari sini
Judul : Liam dan Laila
Produser : Dendi Reynaldo (executive producer), Emil Bias
Sutradara : Arief Malinmudo
Penulis Skenario : Arief Malinmudo
Aktor : Nirina Zubir, Jonatan Cerrada, David Chalik, Pras Teguh, Gilang Dirga, Pras Teguh, Upiak Isil, Linda Zoebir, Yusril Katil, Melfi Abra, Antoni Samawil, Yuniarni, Ikbal
Tanggal Rilis : 4 Oktober 2018
Durasi :94 menit

Terinspirasi dari kisah nyata. Laila (Nirina Zubir), Seorang gadis berpendidikan tinggi yang terlihat tidak mempunyai masalah dengan kesendiriannya di usia 31 tahun. Ia terhubung dengan banyak orang di berbagai negara di depan layar laptopnya sebagai pedagang online shop.  Kesendiriannya bukan hal yang wajar bagi keluarganya yang sangat menjunjung tinggi tatanan hidup di adat Minangkabau. Keluarga mulai mencemaskan kesendirian Laila. Suatu ketika Laila terlibat sebuah diskusi di percakapan online dengan seorang pemuda bernama Liam ( Jonatan Cerrada ) yang sedang menelisik sebuah kebenaran pada kasus besar yang terjadi di pusat kota Perancis.

Percakapan itu kemudian menghantarkan Liam dari Rouen, kota kecil di utara Perancis untuk berangkat ke Ranah Minang, sebuah negeri di wilayah Barat Indonesia. Kedatangan  Liam menjadi awal pertentangan ideologis oleh keluarga besar Laila.  Kecurigaan juga muncul dari semua orang yang mengetahui bahwa kedatangan Liam untuk mempersunting Laila hanya berawal dari media sosial. Keadaan yang rumit ini mendorong Jamil ( David Chalik ) salah satu paman Laila dan Pian ( Praz Teguh ) adik Laila untuk mencari tau sesungguhnya apa benar maksud kedatangan Liam ke negeri mereka. Penelusuran itu kemudian menjadi sebuah perjalanan unik yang tak pernah terbayangkan Pian, seorang ketua pemuda kampung yang harus terlibat berurusan dengan pihak kedutaan. Hingga kedatangan Haris ( Gilang Dirga ) menjadi jawaban apa sebenarnya yang dialami Laila. (sinopsi diambil dari laman wikipedia)

* * *

Liam dan Laila adalah gambaran ketika sebuah keluarga Minang mendapat lamaran yang ditujukan kepada anak perempuan mereka. Bagaimana seluruh anggota keluarga berkumpul dan bermusyawarah, bahkan berkali-kali sebelum memutuskan untuk menerima atau menolak lamaran. Saya menikmati bagaimana Angku Jamil menjalankan perannya sebagai mamak (paman dari keluarga ibu), mengurusi segala keperluan sejak orangtua Laila mengabarkan adanya lamaran dari laki-laki kepadan kamanakan (keponakan) perempuannya. Mulai dari manyilau, menilai perilaku Liam yang hendak menikahi Laila hingga melaporkannya kepada keluarga besar. Jamil pun tak melupakan Pian, kamanakan lelakinya yang ia ajak turut serta membantunya, sebagai pelajaran yang wajib diberikan seorang mamak kepada kamanakan-nya.

Pun, saya takjub dengan Mak Tuo Naizar. Sebagai perempuan yang paling tua di atas rumah gadang (rumah keluarga besar, dalam budaya Minang merupakan simbol keluarga besar itu sendiri), ia teguh memegang adat dan agama meski memiliki keterbatasan pemahaman mengenai dunia global. Setiap kata yang dilontarkan oleh Mak Tuo Naizar, mengingatkan saya pada petuah-petuah yang sering diucapkan almarhum nenek saya. Mak Tuo Naizar adalah gambaran ideal seorang limpapeh rumah gadang, seorang ibu yang menjaga keluarga dan kaum kerabat, serta menegakkan adat yang berlaku.

Meski berfokus pada perjuangan Liam agar bisa menikahi Laila di tengah perbedaan budaya yang begitu besar, Arief berhasil mengangkat isu-isu sosial di Sumatera Barat. Bagaimana orang Minang, yang meski terbuka terhadap pendatang, terutama mereka yang hendak bersyahadat di Ranah Minang, tetap memandang skeptis ketika ada yang hendak meminang anak kamanakan mereka, terlebih jika yang melamar berkewarganegaraan asing. Bagaimana lapau (kedai, warung kopi) menjadi tempat warga bertukar kabar, terutama gosip-gosip nyinyir khas kaum ibu. Persoalan oknum yang senang mempersulit birokrasi hingga oknum yang suka absen dan menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi pun tak pelak dapat sorotan.

Bagi saya, scene stealer dari film ini adalah tokoh Ibet, kekasih Pian yang meski hanya digambarkan melalui suara telepon mampu mengundang gelak tawa. Suara nyinyir Ibet yang mampu membuat Pian bergerak secepat kilat membuat seisi teater pecah terbahak. Pian dan Ibet adalah gambaran pasangan muda Minang kebanyakan, yang perangai pacarannya kadang mengundang geli banyak orang.

You Might Also Like

15 komentar

  1. Belum nonton donggss

    Rencana-rencana mulu sama temen-temen taunya wacana doang sampe sekarang
    Jadinya baru nonton Crazy Rich Asian, Venom, Aruna dan Lidahnya, The First Man (Neil Amstrong), dll

    Bagus ya win?
    Semoga nanti masih ada kesempatan nonton inii

    BalasHapus
    Balasan
    1. bagus untuk mengobati rindu kampung :)))
      nonton dongs daaaddd :)))

      Hapus
  2. sebagai orang jawa, aku selalu penasaran dengan adat istiadat orang2 di luar pulau jawa. Dan kayaknya film ini menjawab rasa penasaranku.

    BalasHapus
  3. Wah, udah lama saya nggak nonton film indonesia. Jadi penasaran juga sama kisah laila dan liam

    BalasHapus
  4. Wah ini sarat nilai budaya juga ya,

    BalasHapus
    Balasan
    1. banyak sekali nilai-nilai budaya minang yang digambarkan, buat yang penasaran dengan budaya Minang, ini tontonan wajib

      Hapus
  5. masalah adat nih terkadang memang jadi masalah yang pelik. ahh.. jadi inget kalo dikampung, semuanya harus berdasarkan bibit bobotnya,

    padahal yang namnya jodoh itu datangnya terkadang tak terduga heheh

    jadi pengen nonton mba nirina yang cantik

    BalasHapus
  6. Wah, saya suka film yang bertemakan budaya seperti ini. Setidaknya bisa tahu dan belajar bagaimana budaya yang ada di Minang yang begitu kuat dalam memegang adat.

    BalasHapus
  7. udah lama gak nonton film di bioskop maklum jauh dari kota jadi ya jarang nonton deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah sayang banget, kayaknya nggak bakalan masuk HOOQ atau Iflix soalnya :(

      Hapus
  8. Wuah yang main Nirina zubiir... Kece nih kayaknya.

    BalasHapus

Thank you for leaving a comment. Please come back!