[BOOK REVIEW] Tintenherz (Inkheart) - Cornelia Funke

10:00 AM

cover diambil dari Goodreads.com
Judul: Tintenherz (Inkheart)
Penulis: Cornelia Funke
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2009, cetakan kedua
ISBN: 978-979-22-4271-3
Format: Papeback

Mo -- ayah Meggie -- memiliki kemampuan ajaib: ia bisa mengeluarkan tokoh-tokoh dari buku yang dibacanya. Sayangnya, kehadiran mereka ternyata harus ditukar dengan manusia-manusia di dunia nyata.

Sembilan tahun yang lalu, Mo membaca Tintenherz. Tanpa sengaja ia memunculkan berbagai tokoh jahat buku itu, dan membuat ibu Meggie lenyap karena masuk ke buku. Capricorn dan Basta, dua tokoh jahat dari buku tersebut, lantas menculik Mo karena ingin Mo memunculkan lebih banyak lagi tokoh jahat dari Tintenherz. Termasuk sang Bayangan, monster menakutkan yang akan bisa membunuh semua musuh Capricorn. Capricorn juga menyuruh Mo mengeluarkan harta dari buku untuk membiayai kejahatannya di dunia ini.

Maka bermunculanlah tokoh dari berbagai buku, termasuk Tinker Bell dari buku Peter Pan, Farid dari Kisah Seribu Satu Malam, troll, goblin, bahkan si prajurit timah.

Situasi semakin rumit karena Meggie ternyata memiliki kemampuan yang sama dengan ayahnya!

***

Awal pertama saya melihat buku ini di deretan buku obral Gramedia Padang, saya tidak percaya dan mengira buku ini menceritakan kisah yang berbeda dengan film Inkheart yang diperankan Brendan Fraser dan Helen Mirren beberapa tahun lalu. Tapi ternyata ini adalah kisah yang sama, dan saya mendapatkan buku ini lebih dari setengah harga aslinya *ketawa setan*

Dan demikian buku ini teronggok begitu saja sampai challenge Project Baca Buku Cetak dan New Author Reading Challenge kak Ren muncul dan mengembalikan niat saya membaca buku ini.

Karena sudah menonton film Inkheart bertahun-tahun sebelumnya, imajinasi saya agak terganggu dengan bayangan adegan di film tersebut. Butuh waktu sedikit lama untuk menyelesaikan buku ini dengan kilasan adegan film yang muncul tiba-tiba di kepala saya. Yah, walaupun tentunya alur cerita buku ini sedikit berbeda dengan filmnya.

Kalimat pembuka novel ini sedikit membosankan bagi saya. Terlalu klise, atau begitulah kesan yang saya dapat.
"Pada suatu malam hujan turun, perlahan seperti bisikan. Bertahun-tahun kemudian Meggie tinggal memejamkan mata dan ia pun bisa mendengar bunyi itu lagi, seperti jari-jari kecil mengetuk-ngetuk jendela" - halaman 9
Entah kenapa, mungkin karena sudah nonton filmnya, novel ini jadi kurang menarik. Saya harus menguatkan diri untuk membacanya sampai akhir. Minimnya deskripsi dan cukup banyaknya dialog membuat saya susah berimajinasi. Saya juga merasa alur ceritanya sedikit cepat dan hal itu membuat saya kurang nyaman.

Sangat disayangkan Cornelia Funke tidak menggambarkan dengan jelas tokoh Meggie (atau saya melewatkan deskripsinya?), sehingga saya mengira-ngira Meggie adalah anak berusia dua belas tahun yang keras kepala, dengan rambut panjang berwarna keemasan seperti ibunya. Deskripsi latar tempatnya yang juga minim membuat saya menerka-nerka beberapa tempat yang mungkin menjadi markas Capricorn, atau villa Elinor yang penuh buku.

Satu-satunya yang menarik dari buku ini adalah kutipan-kutipan dari berbagai tulisan yang diselipkan masing-masing satu kutipan di tiap bab. Sayangnya tidak ada satupun dari kutipan itu yang saya kenali sehingga saya memilih untuk mengabaikannya alih-alih membacanya. 

Honestly, saya terkejut karena biasanya tidak ada buku yang membosankan bagi saya. Saya hanya memberi tiga bintang di review Goodreads. Buku ini sedikit mengecewakan saya, berbeda dengan filmnya yang sempat saya tonton berulang kali.

Atau mungkin selera bacaan saya yang berubah?

dedicated to reading challenge

You Might Also Like

0 komentar

Thank you for leaving a comment. Please come back!